Selasa, 15 Maret 2011

RESIKO

Resiko

Kata resiko sering saya dengar, dan beberapa waktu belakangan ini kata tersebut menjadi kata yang paling akrab dengan aktivitas saya sehari-hari.
Pertama, saat saya tiba-tiba masuk dalam situasi pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan. Kata resiko muncul, bertaut dengan kata lain: (resiko) pekerjaan, salah menilai (resiko), menerima (resiko) sebagai konsekuensi dari keputusan yang sudah diambil.
Kedua, saat saya diminta mengajar mata kuliah Risk Assessment and Security Management di Program Magister Informatika Unla. Kata resiko harus saya coba terangkan dalam konteks manajemen keamanan informasi: penilaian (resiko), identifikasi (resiko), analisis (resiko), manajemen resiko, dan mitigasi (resiko).
Sebenarnya apa yang disebut dengan resiko? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, resiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Resiko dapat diartikan juga sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang membawa akibat yang tidak diinginkan atas tujuan yang ingin diraih.
Sementara dalam konteks keamanan informasi,
  • Risk is the net negative impact of the exercise of a vulnerability, considering both the probability and the impact of occurrence. [NIST]
  • Risk is defined as a function of three variables: the probability that there is a threat, the probability that there are any vulnerabilities, and the potential impact. [Wikipedia]
Karena seringnya kata resiko ini datang menghampiri, saya coba memaknainya. Dari slide powerpoint yang pernah diberikan seorang teman,
To laugh is to risk appearing a fool!
To weep is to risk appearing sentimental!
To reach out for another is to risk involvement!
To express feelings is to risk rejection!
To place your dreams before the crowd is to risk ridicule!
To love is to risk not being loved in return!
To go forward in the face of overwhelming odds is to risk failure!
But risks must be taken, because the greatest hazard in life is to risk nothing!
The person who risks nothing does nothing, has nothing, is nothing!
He/she may avoid suffering and sorrow, but he/she cannot learn, feel, change, grow or love!
Chained by his certitudes, he is a slave!
Only a person who takes risks is free!
Risk it, you might discover a new person in yourself!
Walaupun Ernest Hemingway mengatakan,
Hesitation increases in relation to risk in equal proportion to age!
Atau pendapat Tom Gilb dalam bukunya Principles of Software Engineering Management yang menyatakan,
If you don’t actively attack the risks, the risks will actively attack you.
Ah, apapun pendapat orang tentang resiko, senang rasanya bisa kembaliposting. Terima kasih untuk para pembaca yang sudah dan tetap berkunjung ke blog ini.
Have a day full of smile and good work! :)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN JIGSAW

METODE PEMBELAJARAN
JIGSAW





MAKALAH
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran
yang dibina oleh Dra. Anastasia Widjajatin M.Pd




Oleh :
Danang Iswahyudi 109121415164
Iza Mustakim         109121415163























UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
MEI 2010

PENGERTIAN

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson's. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun sosial siswa padat berkembang. Pembelajaran model ini lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada kelompoknya.

Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003) pengertian pembelajaran jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi akademik disaji-kan dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota tim lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga akan terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.
Ibrahim (2001:21) jigsaw telah dikembangkan dan diuji cobakan oleh Ellot Aronson dan kemudian diadaptasi oleh slavin. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam klompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri.


PRINSIP DAN FUNGSI
  1. Prinsip-Prinsip
ü  Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
ü  Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
ü  Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri.
  1. Fungsi
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.


LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:
    1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
    2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli
    3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut
    4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing (kelompok asal), kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya
    5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.

Dari langkah-langkah yang telah diuraikan diatas maka sering akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong". Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelolah konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai) Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN
  1. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat. Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut ;
    1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
    2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
    3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
    4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
    5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995).
  1. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi 'pengganjal' aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah:
    1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah "peer teaching", pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi "missconception".
    2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
    3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
    4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
    5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model "team teaching". Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji.


http://www.pgsd.co.cc/2010/04/jigsaw-part-iv.html